“Musik adalah jalan menuju dunia kasat mata yang lebih tinggi”
~Beethoven
~Beethoven
Mengapa kita mendengarkan musik? Pernahkah kita bertanya: mengapa kita memilih lagu tertentu, memutarnya, lalu mendengarkannya? Untuk apa kita mendengarkan musik? Apa yang kita inginkan saat mendengarkan musik dan apa pula yang kita lakukan saat mendengarkan musik? Adakah musik berarti bagi kehidupan kita? Mengapa aku menyukai aliran musik ini tidak aliran yang itu, lagu ini dan tidak lagu yang itu? Apa sebenarnya di balik kita mendengarkan lagu-lagu yang kita sukai?
Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah rangkaian pertanyaan yang tiba-tiba muncul di kepala saya tatkala saya mendengarkan musik instrumen Bo Nae Ji Mot Han Ma Eum (Piano Ver.), soundtrack dari film drama Korea Alone in Love. Saya memang sering mendengarkan musik ini (dan satu lagi The Seabed's Waste Land (inst.), soundtrack film East of Eden ) ketika saya sedang merasa bosan dengan hidup saya, dan ingin menyendiri. Entah mengapa, dengan musik ini, saya merasa kian dekat dengan diri saya. Musik ini memicu saya untuk merenung, mengorek masa lalu, mengevaluasi diri, mencari jati diri saya yang terabaikan. Ya, musik, kemudian, bukan sekedar untuk didengarkan. Ada hal lain yang ingin saya cari, capai, kehendaki, lewat musik, yang pastinya bukan untuk menikmati atau menilai nada-nada ritmis, harmonis, melodis yang ditimbulkan musik itu. Tapi karena musik itu mengantarkan saya kepada sesuatu yang bukan dirinya. Dari sini, saya kemudian berkesimpulan, bahwa kita menikmati musik bukan untuk musik itu sendiri. Saya mendengarkan musik untuk diri saya sendiri.
Saya sadar bahwa apa yang saya lakukan ketika mendengarkan musik instrumen di atas, menjadikan musik bukan sebagai tujuan, melainkan sarana untuk menuntun saya pada kesendirian, perenungan diri, mengenal diri lebih jauh. Musik tersebut membantu saya untuk keluar dari cangkang hidup yang saya rasa palsu, menghambat saya untuk menjadi diri sendiri. Dengan musik, saya dapat mencari jati diri saya yang terpendam, tersembunyi, yang masih belum jelas tapi saya bisa merasakannya; sesuatu yang berasal dari alam bawah sadar saya. Mendengarkan musik adalah sebuah pencarian, pengembaraan rohani. Musik memperkuat gambaran hati sehingga visi dan misi saya terhadap dunia lebih terbuka. Dengan mendengarkan musik saya pun dapat berani berkata “tidak!” pada kenyataan yang menimpa diri saya. Musik mendorong saya untuk mengubah keadaan.
Tidak hanya itu. Terkadang saya mendengarkan musik instrumen untuk menurunkan ketegangan dalam batin saya. Ketika emosi-emosi dalam diri saya sedang dalam keadaan labil, saya akan memilih lagu-lagu lembut. Saya biarkan musik itu menyirami hati saya yang sedang panas dan kalut itu. Saya biarkan jiwa saya dimandikan musik, hingga tenang, dan segar kembali. Inilah keistimewaan lain yang saya temukan dari mendengarkan musik instrumen, bahwa ia mampu menyuntikkan perasaan baru ke dalam perasaan saya, hingga perasaan saya yang lain akan muncul, mengemuka, memberi warna baru. Perasaan yang berwarna-warni akan memberi cara pandang baru saya terhadap dunia. Secara tidak langsung, musik membantu saya menyelesaikan permasalahan hidup saya, dengan mengembalikan kejernihan hati dan pikiran saya. Membangkitkan semangat dalam diri saya.
Mendengarkan musik instrumen bagi saya tidak sekedar membantu mengubah dan menyembuhkan luka batin saya. Akan tetapi juga sebuah rekreasi, pengembaraan, penjelajahan. Mendengarkan musik instrumen tertentu yang bernuansa alam, misalnya, saya akan diajak pergi ke tempat-tempat tertentu, ke alam terbuka, pegunungan, lautan, hutan, taman, salju, gurun sahara, dan lain-lain. Saat membayangkan tempat-tempat tersebut, seolah-olah saya bisa bersentuhan dengan angin, pasir, air hujan, salju, daun-daun yang berguguran, ombak air di tepi pantai. Atau kalau tidak alam terbuka, tempat-tempat umum dan tinggal manusia. Sebuah kafe di malam hari, dalam rumah, taman, dan lain-lain, di luar kota, di luar negeri. Bila saya mendengar musik instrumen Arab maka saya akan merasa berada di Arab, bila nuansanya di Eropa, maka di saya seolah-olah berada di negeri-negeri Eropa, dan lain-lain. Semuanya tampak nyata. Sungguh-sungguh nyata. Saya tidak tahu mengapa bisa begitu. Tapi saya merasakan kebahagiaan dan rasa gembira. Pengembaraan tidak berarti selalu menyenangkan. Sebaliknya bila saya ketepatan mendengarkan lagu yang pilu. Maka yang terbayang penderitaan orang lain; kelaparan, pembantaian, kemiskinan, teror dan lain-lain. Semuanya tampak miris, memilukan, dan kadang menyeramkan. Di sinilah musik mampu menumbuhkan rasa empati dalam diri saya.
Musik juga merangsang kreativitas saya. Saya tidak dapat menafikan manfaat musik yang satu ini. Sebagaimana musik dapat membawa saya pergi mengembara dan menjelajah ke alam terbuka dan menyatu dengan alam. Jika hal ini dapat saya masukkan ke dalam pengembaraan ke luar diri saya. Maka musik juga dapat membawa saya mengembara ke dalam diri saya, ke alam bawah sadar saya. Alam bawah sadar adalah tempat di mana keinginan tersembunyi, perasaan yang ditekan, ingatan yang mendalam, wawasan, inspirasi. Dunia yang sering kita acuhkan. Mengapa kita membiarkannya? Karena kita sulit untuk memahami, mengukur, mengontrol dunia alam bawah sadar itu. Padahal pikiran bawah sadar, demikian banyak psikolog mengatakan, adalah akar dari kreativitas. Banyak bakat terpendam manusia berada dalam pikiran alam bawah sadar kita. Pikiran bahwa sadar kita, mampu menyerap dan menyimpan informasi yang tidak bisa diakses oleh pikiran sadar. Musik mampu memicunya dengan menembus wilayah tempat ingatan biasanya disimpan untuk diakses kembali oleh pikiran sadar. Gagasan yang terlupakan, yang terkubur di bawah ambang sadar, di wilayah yang tidak terjangkau, bisa dikembalikan oleh musik.
Citra atau gambar yang biasa muncul tiba-tiba dalam pikiran kita, yang sering kali samar, tidak jelas, dan meloncat-loncat, adalah bahasa alam bawah sadar. Di situlah ide, kreativitas, ingatan, bercampur. Berbeda dengan kata-kata yang menjadi pusat alam kesadaran. Dalam alam bawah sadar, kata-kata kehilangan makna dan citra menjadi pemeran utama. Citra bisa mewakili sejumlah besar informasi secara sekaligus. Citra akan membawa gambaran visual, perasaan, ingatan, warna, bau, suara, reaksi kinestetik. Semuanya itu bisa dibawa musik dengan nada-nadanya. Dan dengan menulis citra yang hidup itu, dengan menangkapnya lewat tulisan, di situlah saya bisa menciptakan karangan. Entah esai, renungan, cerpen, puisi dan lain-lain. Bila ada seniman yang mengatakan bahwa ketika menciptakan karya seni, dia melakukannya tanpa pikiran dan mengalir begitu saja, maka sebenarnya, menurut saya, dia tetap berpikir, tapi bukan di alam sadarnya, melainkan berpikir sekaligus tenggelam dalam dunia alam bawah sadarnya. Dunia yang di dalamnya pengetahuan tidak dapat dijaring oleh pemikiran logis, sistematis, analitis. Melainkan dengan mengundangnya, dan membiarkannya muncul sesuka hati.
Cara Menikmati Musik
Untuk menikmati sebuah musik, khususnya instrumen, saya tidak langsung mendengarkannya begitu saja. Ada cara-cara khusus dalam mendengarkan musik yang bila hal itu dilakukan, kita akan mendapatkan sesuatu yang berarti. Jika kita lakukan hal ini, kita akan dapat mengembara ke mana nada-nada itu membawa kita. Pengembaran yang kita sendiri tidak bisa menentukannya secara pasti. Dan ini sangat menyenangkan, bahkan juga mungkin menyakitkan. Pengembaraan ke alam terbuka atau ke alam bawah sadar kita. Saya memperoleh ilmu ini dari Stephanie Merrit, seorang ahli musik klasik, dalam bukunya Mind, Music and Imagery: Unlocking the Treasures of Your Mind yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Simfoni Otak: 39 Aktivitas Musik Yang Merangsang IQ, EQ, EQ Untuk Membangkitkan Kreativitas dan Imajinasi.
Inilah cara mendengarkan musik ala Stephanie Merrit:
1. Kita perlu merelaksasikan tubuh kita untuk pemanasan. Yakni dengan biarkan tubuh kita santai, dengan melakukan perenggangan sederhana atau melakukan relaksasi seperti merenggangkan otot-otot, sambil siap-siap memusatkan perhatian.
2. Putar musik yang akan dipilih.
3. Sambil mendengarkan musik, biarkan pikiran mengalir. Biarkan musik membawa masuk gambar, warna, bentuk, wangi, perasan sedih, perasaan gembira atau kenangan. Ya, setiap nada akan memunculkan gambaran, semacam bayangan samar-samar. Itulah yang dimaksud dengan citra, sebuah imajinasi.
4. Biarkan imajinasi pergi ke mana saja. Dan jangan batasi pikiran atau perasaan kita meskipun terasa aneh atau tidak terduga. Ikuti jejak yang muncul dalam imajinasi dan ikuti sejauh mungkin. Amati terus citra yang muncul dan mengalir itu. Citra adalah kreasi sepintas kita, si pengembara. Citra tersebut akan selaras dengan pikiran alam bawah sadar kita.
5. Terakhir adalah menulis apa yang muncul dan perasaan kita. Kesan apa dan pesan apa yang kita peroleh dari pengalaman tersebut.
Kalau kita mampu memahami dengan baik yang kita rasakan, maka bisa jadi akan menjadi sebuah renungan yang mendalam. Atau menjadi semacam inspirasi kreativitas yang akan kita ciptakan. Sebenarnya tidak masalah mau mendengarkan musik yang mana, aliran apa saja. Namun, bagi saya pencinta musik instrumen, akan lebih memilih musik ini ketimbang yang lain. Mengapa? Karena, dalam musik instrumen, tidak ada kata di sana. Yang ada hanya nada. Dan bagi saya, kata dalam lagu, membatasi imajinasi. Atau kalaupun tidak ada instrumen, saya akan memilih lagu-lagu asing yang artinya tidak saya mengerti atau kurang dimengerti. Karena saya bisa bebas berandai-andai mengenai musik tersebut. Citra yang muncul lebih beragam.
Musik. Masihkah kau menganggapnya tak lebih dari bunyi suara yang membawa keindahan bagi dirinya sendiri? Apakah kau masih (mau) mendengarkan musik sekedar mendengarkan saja?
0 komentar:
Posting Komentar