skip to main |
skip to sidebar
Pernah, suatu malam, ia menangis seorang diri. Meneteskan pedih dari hatinya yang terluka oleh ulahnya sendiri. Di bawah ranjang tidurnya yang luas, ia teringat kembali tentang apa yang telah dilakukannya di kala senja itu. Bersama kawan-kawannya, ia melakukan suatu kejahatan yang menyiksa hatinya. Pada ranting pohon jeruk yang mengering di tepi jalan itu, ia bersama-sama menangkap capung berwarna merah senja. Kemudian dengan menirukan kawan-kawannya, ia memencet kedua mata capung itu, kiri dan kanan, dengan jari-jarinya yang mungil, hingga buta. Capung itu melesat terbang ke atas langit. Kawan-kawannya terbahak gembira menyaksikan itu, namun hanya ia seorang yang terdiam sambil menyembunyikan jari-jarinya yang masih gemetar, tak tahan membayangkan betapa ngilunya mata itu. Matanya.
Maret 20, 2010
0 komentar:
Posting Komentar