Inilah hasil renungan tentangmu itu.
Kau adalah wadah tampung tulisanku yang sederhana. Sebuah
buku tulis yang kubeli seharga belasan ribu di toko. Dengan bentukmu yang
sederhana dan tulisanku yang sederhana pula, ditambah keberadaanmu yang tak
boleh dibaca orang, aku tidak akan menjadi orang terkenal. Sementara di FB dan
di Blog, kau tahu, tulisanku dapat diakses dengan bebas oleh siapa saja di
sana. Tulisan-tulisan yang aku kirimkan adalah tulisan yang dapat dinikmati
bersama, tema-temanya menarik, dan bukan suatu hal yang sangat pribadi. Dan aku
punya harapan dengan tulisan-tulisan itu. Bayanganku, apabila yang aku tulis
itu bagus, siapa tahu akan ada yang melirik sambil berminat untuk menerbitkan
tulisan-tulisanku itu dalam bentuk buku. Ya, menulis di di FB atau Blog lebih
menjanjikan mewujudkanku diakui sebagai penulis daripada menulis catatan
harian.
Akan tetapi, setelah kupikir-pikir kembali, aku salah,
Diary. Kalau aku berpikiran demikian, berarti aku menulis hanya untuk
popularitas, bahwa aku menulis hanya ingin menjadi terkenal. Tidak! Aku tidak
ingin menulis karena untuk itu. Kau memang tidak dapat membuatku populer atau
terkenal, tapi kau membuatku berarti. Membuat aku berarti dalam hidup. Di dunia
ini. Kau tahu, kini, aku tidak peduli dengan catatanku yang sederhana di
kertasmu, yang boleh jadi isinya tak berarti bagi orang lain, yang penulisannya
banyak kesalahan di sana-sini, yang tata bahasanya tak nyaman dibaca, yang
logikanya ganjil dan bodoh, yang bentuk tulisan tanganku tak bagus. Sebab
justru dengan kesederhanaan itulah, kau begitu berarti. Tulisanku yang
sederhana dan bahkan tidak penting lagi jelek, telah banyak mengajariku banyak
hal tentang hidup. Bagaimana seandainya aku berhenti menulis catatan harian?
Tentu akan banyak hal yang terlewatkan dalam hidup yang itu tidak kurenungkan.
Menulis catatan harian sering membuatku mendapatkan pencerahan hidup. Banyak
persoalan hidup yang rumit justru jawabannya kudapatkan darimu. Rekaman
peristiwa sehari-hari yang banal menjadi sesuatu yang menakjubkan apabila aku
menuliskannya di kertasmu. Dengan adanya kau, aku pun menjadi orang yang peka
terhadap diriku sendiri dan sekitarku. Lalu, bagaimana seandainya aku
menyudahimu?
Demi popularitas, demi keinginan untuk dikenal dan terkenal,
aku rela meninggalkanmu! Tidak, Diary. Mulai hari ini, aku tidak akan lagi
melupakanmu dan tak akan berhenti menulis catatan harian. Kau memang sederhana,
tapi kau membuatku berarti. Darimu aku belajar, seperti yang dikatakan oleh
Ernes Hemingway, sastrawan asal Amerika peraih Nobel itu “Untuk selalu
bekerja dan berkarya, tanpa berharap tepuk tangan orang lain”
0 komentar:
Posting Komentar