Apa itu niat?
Niat itu al-qashd (berkehendak). Niat itu sinonim dengan al-iradah
(keinginan). Bendanya, niat itu hanya berkaitan dengan amal diri kita sendiri
sementara keinginan bisa berkaitan dengan diri sendiri dan bisa juga amal orang
lain. Saya bisa mengatakan, “saya ingin orang itu begini” tapi tidak bisa saya
berkata “saya niat orang itu begini”. Niat itu hanya untuk yang kita lakukan,
tidak untuk orang lain.
Niat itu mengikuti
pengetahuan. Jadi, kalau kita tahu apa yang mau kita lakukan, maka otomatis
kita sudah meniatkannya. Misal, kita tahu bahwa kita ke masjid tidak hanya
untuk shalat tapi juga untuk memperoleh ilmu dari khotbah Jum’at, maka kita
sudah niat ke masjid untuk itu.
Niat itu juga menunjukkan
kualitas amal kita. Menurut Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin,
satu perbuatan bisa niat berlipat-lipat ganda. Seperti kita pergi ke masjid
tidak hanya untuk menunaikan kewajiban shalat Jum’at tapi juga beri’tikaf,
mendekatkan diri pada Allah, berzikir, berdoa, menuntut ilmu dari khotbah
Jum’at, ta’mir al-masjid atau meramaikan masjid, silaturahmi dengan saudara-saudara
muslim dan lain-lain, maka kualitas amal kita yang hanya satu yakni pergi ke
masjid itu, berlipat ganda niat, dan amal perbuatan itu, sebagaimana sabda Nabi,
tergantung dengan niatnya.
Niat itu
sebuah seni memperindah amal. Amalan-amalan mubah, seperti makan, minum, bahkan
tidur pun, jika kita niatkan karena Allah maka amalan yang mubah itu menjadi
berpahala. Kuncinya adalah niat karena Allah. Segala yang disandarkan pada
Allah akan dinilai sebagai ibadah, dan itu mendatangkan pahala. Dalam pandangan
Islam, kita ini dipandang sebagai ibad, yang artinya orang yang senantiasa
beribadah kepada Allah. Jadi keseluruhan amal kita, bahkan kehidupan kita ini
adalah ibadah. Namun, perlu juga diketahui bahwa niat yang tulus ikhlas dengan
amal yang tidak benar itu tidak diterima, demikian juga amal yang tidak
dibarengi dengan niat karena Allah juga tidak diterima.
Karena niat
adalah urusan hati, dan hati itu sifatnya berubah-ubah, maka niat juga bisa
berubah-ubah. Niat yang awalnya karena Allah tiba-tiba bisa berubah kepada
selain Allah. Itulah yang kemudian disebut dengan ria’. Untuk mengetahui adalah
kita ria’ apa tidak, adalah dengan memperhatikan diri kita sendiri; apakah
ketika kita melakukan amal ibadah kita akan berubah bila ada orang yang melihat
atau mendengar kita, apakah kita juga akan kendur jika amal itu mendapat celaan
negatif dari orang lain. Kalau kita tetap dan tidak berubah, maka kemurnian keikhlasan
niat kita tetap terjaga. Maka, yang penting di sini adalah istiqamah. Istiqamah
itu salah satu obat penyakit ria’. Kalau anda awal-awal beribadah terkena
penyakit ria’, jangan kuatir, itu biasa, dalam ilmu psikologi, setiap orang itu
ingin diperhatikan. Teruslah jalankan ibadah anda dengan konsisten, sambil
memperbaiki niat, teruslah, maka penyakit ria’ itu perlahan akan menghilang.
Niat itu
mendatangkan kebersamaan. Kebersamaan itu menghadirkan cinta. Orang yang sering
niat karena Allah, berarti di setiap amalnya ia bersama Allah. Karena sering
bersama Allah, maka akan timbul rasa cinta kepada Allah. Kalau orang sudah
cinta kepada Allah, tidak ada rasa takut dan sedih dalam hidupnya. Kalau yang terpenting
adalah Allah maka kesulitan apapun menjadi kecil, bahkan tidak berarti apa-apa.
Hidup akan selalu indah; kesulitan ditanggapi dengan sabar, kenikmatan disikapi
dengan rasa syukur.
Niat adalah
kuncinya dari ibadah. Kalau anda ingin tahu apakah ibadah anda diterima, periksalah
baik-baik kuncinya, jangan-jangan anda salah memasukkan kunci dalam ibadah ibadah
anda.
0 komentar:
Posting Komentar